Pemulihan Ekonomi dari Desa

  • Aug 01, 2020
  • karangmulyo

Sudah 22 tahun sejak 1998, Indonesia berhasil naik satu kelas dari negara berpendapatan menengah (middle income countries) menjadi negara berpendapatan menengah-atas (upper middle income countries). Untuk mencapai kelas ini, Bank Dunia menggunakan pendapatan nasional kotor (gross national income) pada rentang kelompok pendapatan 4.046-12.535 dolar AS pada 2019. Sayangnya, status menjadi negara berpendapatan menengah-atas dicapai menjelang pandemi Covid-19, yang mempercepat peningkatan kemiskinan dan ketimpangan. Meskipun pandemi ini telah berdampak besar pada peningkatan kemiskinan dan ketimpangan di perkotaan, namun perdesaan dengan gagahnya telah mampu menunjukkan ketangguhan.
Kemiskinan dan Ketimpangan Persentase penduduk miskin perdesaan turun dari periode yang sama tahun sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis (15/7) kemiskinan pada Maret 2020, persentase kemiskinan di perdesaan turun tipis sebesar 0,03 poin dari Maret 2019 ke Maret 2020, sementara persentase di perkotaan meningkat 0,69 poin dari Maret 2019 ke Maret 2020. Meskipun persentase penduduk miskin perdesaan turun, namun terjadi peningkatan dari sisi jumlah. Peningkatan jumlah penduduk miskin di perdesaan terjadi karena sudah mulai banyak perantau yang kembali ke desa. Peningkatan jumlah penduduk miskin di perdesaan naik 110 ribu orang dari Maret 2019 ke Maret 2020, sementara perkotaan naik 10 kali lipat kenaikan di perdesaan, yaitu mencapai 1,17 juta orang. Drastisnya peningkatan jumlah penduduk miskin perkotaan seirama dengan menurunnya pengguna jasa akomodasi dan angkutan sejak Februari. Sehingga, perkotaan terdampak langsung oleh pandemi Covid-19, sementara perdesaan menjadi transmisi berikutnya. Ketimpangan kesejahteraan di wilayah perdesaan tergolong rendah dan cenderung belum berubah, meski pandemi Covid-19 sudah mulai tersiar hingga daerah. Ketimpangan yang dilihat dari gini ratio di daerah perdesaan pada Maret 2020 tercatat sebesar 0,317 sama dengan Maret 2019. Sementara, berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah sebesar 17,73 persen.
Hal ini berarti pengeluaran penduduk pada Maret 2020 berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah. Jika dirinci di daerah perdesaan, angkanya tercatat sebesar 20,62 persen, yang berarti tergolong dalam kategori ketimpangan rendah. Pandemi Covid-19 mulai memberikan dampak pada mobilitas penduduk pada akhir 2019. Sehingga, meskipun persentase penduduk perdesaan turun dari Maret 2019 ke Maret 2020, namun jika dilihat dari September 2019 sebesar 12,60 persen terjadi peningkatan menjadi 12,82 persen pada Maret 2020, sebesar 0,22 poin atau meningkat 333,9 ribu orang. Sejak akhir 2019 hingga Maret 2020, terjadi gejolak akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan entakan pada perekonomian, sehingga mengubah kondisi kesejahteraan masyarakat. Di awal masa pandemi, sektor pariwisata, akomodasi, dan jasa angkutan orang telah terdampak sejak Februari 2020. Turunnya sektor ini salah satunya karena berkurangnya jumlah kunjungan wisman. BPS mencatat pada Maret 2020 mengalami penurunan sebesar 64,11 persen dibandingkan Maret 2019. Multipliernya menjadi penyebab turunnya pendapatan masyarakat pada sektor ini. Dampaknya terjadi peningkatan jumlah pengangguran yang berujung pada peningkatan angka kemiskinan. Supaya kemiskinan tidak mengalami peningkatan, pemerintah pada 2020 telah meningkatkan stimulus fiskal pada Dana Desa, sebesar Rp 2 triliun dari Rp 70 triliun pada 2019 menjadi Rp 72 triliun pada 2020. Peningkatan ini difokuskan pada pemberdayaan masyarakat dan pengembangan potensi ekonomi desa supaya daya beli masyarakat tetap terjaga. Jika berhasil, permintaan terhadap barang dan jasa di desa akan cukup stabil dan tidak banyak berubah. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi pada Kuartal I - 2020 tetap melambat, terutama pada pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga pada Produk Domestik Bruto (PDB). Pengeluaran konsumsi rumah tangga Kuartal I - 2020 sebesar 2,84%, jauh lebih rendah dari periode yang sama pada 2019 sebesar 5,02%.
Pemulihan Ekonomi Jangka waktu pemulihan ekonomi sangat penuh ketidakpastian, karena aktivitas ekonomi di Indonesia masih rentan terhadap transmisi lokal penyebaran Covid-19. Desa dan perdesaan yang digenjot perekonomiannya melalui Dana Desa diharapkan mampu mempercepat laju pemulihan tersebut. Namun jika transmisi lokal pandemi ini gagal ditanggulangi, maka pertumbuhan ekonomi akan memerlukan waktu semakin lama untuk pulih kembali. Proyeksi yang dilakukan oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada Juni 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan minus 2,8 persen. Namun pada skenario terburuk bisa mencapai minus 3,9 persen jika peningkatan penderita Covid-19 masih terjadi. Sehingga pemerintah perlu berhati-hati melonggarkan pembatasan sosial, karena ekonomi Indonesia masih sangat rentan. Jika gagal, konsekuensinya akan semakin berat proses pemulihan ekonomi, selain itu waktu pemulihan ekonomi juga akan jauh lebih lama. Bantalan untuk menjaga daya beli di tingkat desa hanya berdampak sementara, namun belum cukup ampuh untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional seluruhnya. Meski demikian kebijakan pemulihan ekonomi nasional dengan pemberian stimulus fiskal ini, jika dipertahankan dapat menahan kontraksi pertumbuhan ekonomi, terlebih jika aktivitas ekonomi sudah mulai bergerak kembali. Langkahnya mempercepat penyerapan Dana Desa melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang telah dilaksanakan di desa sekaligus membuka peluang ekonomi dengan penguatan badan usaha milik desa (BUMDes) untuk mempertahankan perekonomian jangka panjang. Sementara itu, pemulihan ekonomi dari desa tergantung dari ketat atau tidaknya protokol kesehatan yang diberlakukan, karena transmisi lokal pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan warga, sekaligus menurunkan permintaan yang berdampak pada kontraksi ekonomi. Sisi produksi akan lumpuh dengan singkat, tenaga kerja akan dirumahkan dengan cepat, dampaknya mendorong peningkatan kemiskinan dan pengangguran lebih tinggi lagi. Pada titik ini, desa telah membuktikan ketangguhannya menjaga kemiskinan dan ketimpangan tanpa peningkatan yang berarti. Namun sayangnya, keseimbangan desa-kota semakin pincang. Pertumbuhan ekonomi mulai ditopang oleh satu kaki di perdesaan, terutama pada saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilaksanakan. Di Perdesaan, perekonomiannya terus digenjot melalui padat karya tunai dengan Dana Desa untuk menjaga daya beli masyarakat, sekaligus memproduksi hasil pertanian untuk kebutuhan pangan. Sehingga, jangan sampai tersilap dengan predikat negara berpendapatan menengah-atas (upper middle income countries), karena tanpa guyuran stimulus fiskal yang bersifat langsung, maka akan semakin banyak masyarakat yang jatuh ke dalam kemiskinan dan ketimpangan.
Udin Suchaini Fungsional Statistisi di Direktorat Statistik Ketahanan Sosial BPS
Sumber Berita : https://news.detik.com/kolom/d-5101921/pemulihan-ekonomi-dari-desa?_ga=2.130122639.1441683204.1596250884-324848008.1542032294